(Bukan) Jalan-Jalan

Sekembali saya dari ‘tugas’ mancanegara bulan Agustus lalu, Bu Istri bertanya mengapa saya tidak begitu antusias menceritakan pengalaman selepas tugas itu. Apalagi setelah aturan untuk melakukan perjalanan baik di dalam maupun ke luar negeri tidak seketat pada masa pandemi.

Saya sebenarnya mau tetapi suasana panas, membuat saya malas berpikir dan bercerita. Kata panas sengaja tidak saya beri tanda kutip karena ketika di sana memang benar panas. Mirip alias serupa, bahkan melebihi panas di kota tempat kami tinggal. Maklum saja kedatangan saya ke sana pada saat musim panas di Eropa dan suhu pada siang hari nyaris mencapai 34 derajat celcius.

Begitulah, kesan saya. Panas. Ditambah lagi acara yang saya hadiri mengharuskan hadir dari pagi hingga sore hari. Lagi-lagi mirip seperti dalam suasana bekerja ketika di tanah air. Perbedaannya jika di tanah air tercinta, begitu sampai di rumah, bisa bersantai othe-othe dengan sarung. Di tanah seberang, pulang dari acara, langsung menggeletak di atas tempat tidur. Kegiatan yang diadakan di zolder (semacam loteng) yang tidak berangin membuat tubuh cepat lelah. Belum lagi beberapa acara yang diselenggarakan di tanah air ketika di tanah seberang masih pagi buta. Alhasil, belum sempat tidur sudah harus kembali berkegiatan.

Di sela-sela kegiatan rutin, kegiatan keluyuran terpaksa dilakukan usai sarapan di pagi hari. Perjalanan menuju kampus tempat dilaksanakan kegiatan lokakarya menjadi hiburan sejenak. Kunjungan kali ketiga ke kota itu tidak membuat saya tersesat, seperti kali pertama. Beberapa patokan tersimpan di otak dengan rapi.
Beberapa instalasi seni dan gambar-gambar di sepanjang perjalanan menarik perhatian. Beruntung ada telefon pintar untuk mengabadikan dan menyimpan kenangan sementara. Sesekali beberapa hal baru dalam perjalanan yang dilakukan dengan berjalan kaki menjadi pengalaman baru untuk hari itu.

Nah, kegiatan di kota berikutnya tidak jauh mengasyikkan. Meskipun diakui perjalanan dengan berjalan kaki mustahil dilakukan. Pertama karena jarak antara hotel dengan kampus lumayan jauh. Kedua, cuaca musim panas yang tidak mendukung untuk berjalan kaki. Satu pengalaman unik. Setelah seminggu tidak tersasar, barulah di kota kedua ini tersasar dengan bis. Menjelajah ke pelosok ‘kampung’ selama beberapa jam. Padahal pada malam harinya ada undangan untuk menjadi salah satu pembicara dalam sebuah diskusi. Beruntung, masih dapat hadir dalam acara diskusi tersebut tepat waktu. Memang, (bukan) jalan-jalan biasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *