Dilarang menggunakan parfum ketika makan

Jika Anda penggemar komik Asterix pasti tahu kebiasaan makan-makan para tokohnya, terutama tokoh Obelix yang doyan makan. Kisah yang menggambarkan orang Gaul (Ghalia) – proto Prancis penentang Romawi itu menampilkan hidangan babi hutan panggang dan bir. Apakah memang benar demikian?

Dari dokumen-dokumen kuno diketahui bahwa pada masa itu memang makanan kegemaran orang Gaul adalah celeng guling. Celeng itu diisi bawang putih. Selain celeng mereka juga mengkonsumsi kelinci liar, ayam dan angsa yang juga dibakar.

Bila dibandingkan dengan makanan orang Romawi pada masa itu, makanan yang dikonsumsi orang Prancis lebih menyehatkan. Bayangkan saja, orang Romawi mempunyai kegemaran menikmati makanan-makanan yang genit dan aneh. Meminjam istilah yang digunakan oleh bangsa Barat terhadap Timur, makanan eksotis. Dari namanya saja, perut kita kemungkinan besar  menolak dan enggan menerimanya. Hidangan seperti Lidah burung bulbul, otak burung unta, tumit burung unta, belalai gajah, kepala kakaktua, bahkan ada hidangan berupa sidat yang digemukkan dengan daging dari tubuh budak-budak, tersaji di meja dan menjadi makanan yang digemari.

Kembali ke Prancis. Seiring dengan perkembangan kebudayaannya, orang Prancis rupanya ikut menjadi genit. Mereka tak puas dengan makanan sehat dan sederhana. Mereka merasa perlu memamerkan kemakmuran.  Terutama para orang kaya baru. Mereka pernah mengalami mode paste di mana pada satu nampan besar yang mirip tandu karena harus digotong oleh dua orang, disusunlah daging, ikan, unggas, sosis, hingga membentuk tumpukan yang tinggi.  Begitu tingginya tumpukan itu hingga mampu memuat satu orang. Biasanya seorang aktor disembunyikan di dalamnya. Lalu setelah nampan besar itu dihidangkan, ia akan muncul dari tumpukan makanan sambil meniup terompet atau menari-nari.

Pada masa Prancis masih terpecah-pecah, mereka suka menghidangkan merak bakar. Bukan karena rasanya yang lebih mak nyus atau gurih dibanding celeng tetapi lebih pada hiasan bulunya yang indah. Mengesankan sebagai penghias makanan.

Pada masa Karel Martel (Charlemagne), kaum wanita diperbolehkan makan semeja.  Namun, ada satu syarat: mereka tidak boleh memakai parfum yang menyengat. Alasannya, ‘bau’ parfum menyengat bisa merusak selera makan.

Pada masa itu, piring, sendok dan garpu belum digunakan. Orang Prancis makan dengan roti pipih kering yang disebut toastees. Lauknya dimasukkan ke mulut menggunakan tangan atau pisau dari belanga-belanga yang disajikan di meja. Satu belanga untuk beberapa orang. Untuk membasuh tenggorokan, mereka menenggak anggur. Mereka sudah mengenal anggur dari orang orang Romawi. Sebelumnya mereka biasa minum cervoise, semacam bir kuno.

Seperti di negeri kita, jika kebanyakan minuman yang mengandung alkohol membuat darah menjadi ‘panas’. Demikian pula dengan mereka. Oleh karena kebanyakan anggur, mereka cepat naik darah terutama pada saat mengambil makanan. Tak jarang, jika ada yang merasa gilirannya terlewati, duel pun terjadi.  Maka, para pembawa nampan makanan diminta mengenakan kaus tangan untuk melindungi diri mereka dari pisau nyasar orang yang sedang ‘tinggi’ karena alkohol. Pisau yang sedianya untuk mencolek lauk jadi untuk ‘mencolek’ orang yang dianggap ‘musuh’.

(bersambung)

sumber: Rudolph Chelminski  ‘The French at Table’ (1985)

artikel ini dimuat di Kompasiana

http://wisata.kompasiana.com/kuliner/2011/01/14/dilarang-menggunakan-parfum-ketika-makan/-12

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *