Bulan Ramadhan pada tahun 2022 ini jatuh di bulan April. Saat ini masih dalam suasana pandemi Covid-19 meskipun tahun ini tidak mencekam seperti tahun lalu. Para penjual takjil dan kegiatan bukber (berbuka bersama) tetap ramai. Meskipun ada keluhan dari para penjual takjil karena jumlah pembeli yang menurun dan cuaca hujan.
Walau ada imbauan dari pemerintah bahwa ketika bukber tidak diperbolehkan ngobrol. Justru pada saat bukber inilah merupakan momen untuk ngobrol, berbual-bual satu sama lain. Lha, jika bukber zonder ngobrol, maka lebih baik buksen (buka sendiri). Sesuai dengan kegiatannya berbuka Bersama, maka bersama-sama saling bicara. Namun, tunggu dulu tidak diperbolehkan saling bicara itu ketika makan. ‘Usai menyantap makanan, kembali menggunakan masker, warga diperbolehkan berbicara satu sama lain dalam jarak yang cukup terjaga guna menjalin silaturahim selama bulan Ramadhan,’ kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito. Pada praktiknya sangat sulit mengatur supaya orang tidak berbicara satu sama lain. Apalagi sudah hampir dua tahun tidak melakukan buka bersama.
Setelah urusan bukber, yang tidak pernah ketinggalan adalah urusan tehaer (THR) alias tunjangan hari raya. Belum ada tanda tehaer diterima, berbagai pihak sudah mengajukan proposal tehaer. Semua pihak juga menuntut hal yang sama. Jadi istilahnya dapat tehaer untuk memberikan tehaer. Tehaer yang baru diterima disalurkan kembali untuk memberikan tehaer kepada pihak lain yang membutuhkan dan memerlukan. Semakin besar tehaer yang diterima yang semakin besar pula tehaer yang dibagikan.
Di pengujung Ramadhan, warung-warung, para penjual, dan seluruh sendi perekonomian rakyat sudah bersiap-siap pulang ke kampung halaman masing-masing. Terasa di sana-sini semakin sepi tetapi jalan-jalan ke luar kota semakin padat. Salah seorang kawan mengabarkan kondisi di rest area jalan tol yang padat. Mobil-mobil antri mengular hingga beberapa kilometer.
Saya membayangkan pengalaman masa kecil yang pernah menjadi bagian dari kemacetan pada saat liburan hari raya. Jalan tol belum sebanyak sekarang. Jalur alternatif masih berupa hutan. Ketika itu kami terjebak macet di Alas Roban di Jawa Tengah yang menghubungkan Batang dengan Semarang. Seingat saya, ketika itu jalur yang digunakan jika akan menuju arah Jawa Tengah atau Jawa Timur hanya ada dua yaitu jalur utara (Pantura) dan jalur selatan. Menurut saya jalur selatan lebih menyenangkan karena pemandangan pegunungannya. Namun, jika ingin lebih cepat maka Almarhum Bapak memilih jalur utara. Ingatan saya kembali muncul ketika Bapak menggeber Mazda Capella merah tua keluaran tahun 1973 atau Toyota Corona hijau muda tahun 1974 di jalur Pantura.
Jika ditanya bagaimana menghindari kemacetan tersebut, terutama di jalan-jalan tol, tentu sulit juga pemecahannya. Ada yang menyarankan untuk menggunakan jalur sebelah kiri karena jalur sebelah kanan macet. Lalu menerapkan one way atau satu arah. Mengatur volume ratusan ribu kendaraan pada saat bersamaan melewati jalan yang sama bukan perkara mudah. Alternatif lain ya menggunakan transportasi umum. Namun, tentunya mereka yang berniat mudik tentu sudah menyiapkan mental menghadapi kemacetan tersebut. Hal yang penting adalah mengutamakan keselamatan, baik diri sendiri maupun orang lain. Semoga selamat sampai di tujuan dan berkumpul dengan keluarga.
Selamat Idul Fitri 1443 H