May Force Be With You

Ada banyak peristiwa bersejarah di bulan Mei. Bulan Mei 1486 Christopher Columbus mengusulkan rencana mencari rute ke India. Bulan Mei 1890 perayaan hari Buruh Internasional untuk kali pertama. Bulan Mei 1899 lahirnya Ki Hajar Dewantara. Mei 1908 Budi Utomo didirikan di Batavia.

Bulan Mei adalah bulan Perjuangan. Bulan Mei tahun 1998, 24 tahun silam, Indonesia membuka sejarah baru. Pada bulan Mei tahun ini, saya menjelang usia setengah abad. Bulan Mei 2022 bagi saya memang harus banyak yang diperjuangkan. Berawal dari ‘berjuang’ mendapatkan slot untuk memperpanjang paspor di kantor imigrasi. Setelah tiga kali bolak-balik kantor imigrasi namun gagal. Lalu sempat terpikir untuk berangkat setelah sahur demi mendapatkan tempat, akhirnya berhasil juga mendapatkan slot pada bulan Mei. Itu pun setelah berjuang pada akhir bulan April lalu. Proses perjuangan pertama berjalan baik.

Perjuangan berikutnya adalah mendapatkan slot janji untuk wawancara mengurus visa. Setelah sempat ‘frustasi’ dan berusaha bertanya ke sana-sini, akhirnya berhasil juga mendapatkan slot wawancara. Perjuangan masih berlanjut dengan pencarian tiket pesawat pergi-pulang sesuai jatah yang diberikan. Begitulah, upaya yang selalu diperjuangkan disertai doa membawa hasil. Alhamdulillah, tiket sudah ditangan dengan harga sedikit di bawah jatah. Tahap perjuangan berikutnya adalah wawancara visa.

Di tengah-tengah perjuangan, saya masih harus menyelesaikan artikel dan presentasi. ‘Tidak ada sarapan eh makan siang gratis.’ Urusan kepergian yang menggunakan paspor ini bukan untuk urusan senang-senang macam sultan di media sosial. Kami harus mempersiapkan artikel yang akan dipresentasikan bulan Agustus nanti di tanah seberang lautan.
Beruntung, saya masih punya ‘tabungan’ tema artikel yang sebenarnya diniatkan untuk dipresentasikan pada bulan November lalu. Ketika itu artikel tersebut terpaksa disimpan kembali dan saya mempresentasikan artikel yang lain. Data untuk artikel yang sempat disimpan itu sudah ada dan terkumpul, saya tinggal mengolah dan menyusunnya dalam bentuk artikel.

Di tengah-tengah ‘perjuangan’ tersebut, saya mengerjakan artikel untuk kompas.id dan memeriksa tugas individu sekitar 112 mahasiswa. Semester ini saya mengampu dua angkatan untuk mata kuliah yang sama. Saya sempat tertegun ketika memeriksa rancangan tugas individu beberapa mahasiswa. Dalam uraian metode penelitian yang mereka tulis, saya membaca: ‘menganalisis data apa adanya’. Saya jadi teringat Cak Lontong yang kerap membolak-balikkan kata dalam celetukannya untuk diterapkan dalam uraian mahasiswa tersebut: ‘menganalisis data ada apanya’, atau ‘menganalisis datanya apa ada?’. Weleh…weleh…..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *