Setengah tahun sudah 2022. Enam bulan lagi menuju 2023. Kehidupan sudah berangsur-angsur normal. Bahkan beberapa waktu lalu ada kebijakan tidak lagi mengenakan masker di luar ruangan. Namun, untuk hal ini saya masih belum berani dan percaya diri untuk melepaskan masker jika beraktivitas ke luar rumah.
Beberapa pekerjaan dari tahun lalu dan tahun sebelumnya yang belum terselesaikan berangsur-angsur mulai menunjukkan hasil. Namun, seiring selesainya pekerjaan, pekerjaan baru mulai bermunculan. Demikianlah kehidupan. Patah tumbuh, hilang berganti.
Saat ini persiapan menuju kegiatan di mancanegara di tengah-tengah kabar tak sedap tentang negara yang akan dikunjungi (disinggahi) tetap dilakukan. Alhamdulillah, Allah memudahkan segalanya. Satu-persatu selesai dilakukan. Sambil mempersiapkan segala sesuatu, menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rutin dan pekerjaan baru harus tetap dikerjakan. Bersiap-siap menghadapi kebiasaan baru, rutinitas baru.
Suatu sore sepulang menyelesaikan salah satu persiapan menuju mancanegara, sebuah paket tergeletak di meja. Rupanya itu adalah buku persembahan untuk mengenang Ibu Mona Lohanda yang diluncurkan bulan Maret 2022 lalu. Suatu kebanggaan bagi saya dapat ikut menyumbang sebuah tulisan sederhana dalam buku Arsip & Sejarah. Mengenang Mona Lohanda yang diterbitkan oleh Sintas (Sejarah Lintas Batas) dan Pustaka Pias Bandung. Saya menulis tentang Stadsherberg di Batavia. Salah satu tempat/situs yang diboyong dari negeri Belanda beserta kebiasaan-kebiasaannya. Untuk lengkapnya sila hubungi Pustaka Pias di https://pias.or.id/ atau Instagram mereka: @pustakapias.
Tulisan dalam buku itu adalah salah satu hasil pekerjaan tahun ini. Siap-siap untuk bekerja lagi. Kerja, kerja, kerja. Kerja menurut saya, ya menulis.
“Semua harus ditulis, apa pun. Jangan takut tidak dibaca atau tidak diterima penerbit. Yang penting, tulis, tulis, dan tulis. Suatu saat pasti berguna.” (Pramoedya Ananta Toer)
“Syarat untuk menulis ada tiga yaitu….menulis, menulis, menulis” (Prof. Kuntowijoyo).