KITLV-Leiden dalam Kenangan

KITLV

Salah satu tempat favorit saya ketika berkunjung di Leiden adalah KITLV, baik itu ruang baca, maupun tamannya. Apalagi ketika saya menetap selama enam bulan, tempat ini merupakan salah satu tujuan di sela-sela waktu istirahat atau mengerjakan tugas. Bila waktu memungkinkan setiap saya berkunjung ke Belanda, saya selalu menyempatkan diri singgah di tempat ini.

Memandang ke arah di Witte Singel setelah mata lelah menelusuri tulisan-tulisan dari arsip maupun buku sangat menyegarkan dan membantu memulihkan mata. Dalam suatu kesempatan, di peralihan dari musim gugur ke musim dingin dari ruang baca tersebut saya mengamati pohon yang daun-daunnya mulai rontok hingga gundul sama sekali. Bahkan, pada musim dingin waktu itu tampak salju menutupi kanal.

Di musim panas, ruang baca KITLV terasa sejuk dan di musim dingin,ruangan tersebut terasa hangat. Bila musim panas, sambil ‘berjemur’ sesekali bertukar sapa dengan beberapa peneliti yang saya temui. Ada yang duduk-duduk santai sambil merokok, ada pula yang menghisap cangklong. Sesekali saya ketika saya hendak membuat fotokopi, saya berpapasan dengan para pakar yang buku-bukunya kerap saya baca di Indonesia. Hal tersebut menjadi hal yang tak pernah terlewatkan.

Jika berkenalan dengan salah seorang pakar buku-bukunya diterbitkan oleh KITLV Press (sekarang oleh Brill), hal yang kerap diungkapkan adalah “Rasanya kita pernah bertemu,” atau “Anda yang waktu itu di ruang baca KITLV Leiden, ya?”

Pertemuan pertama kali saya dengan Sitor Situmorang penyair terkenal Indonesia pun dilakukan di KITLV-Leiden. Tepatnya di ruang kantin (ketika itu masih ada). Saat itu saya berjumpa juga dengan Kees Snoek, penulis biografi Eduard du Perron, yang juga pernah menerjemahkan puisi-puisi Sitor. Saat itu kami sempat membicarakan rencana menerbitkan buku kumpulan puisi Sitor Situmorang dalam dua bahasa, Indonesia dan Belanda.

Berita ditutupnya KITLV-Leiden pada pertengahan tahun 2014  begitu mengejutkan. Dalam suatu kesempatan beberapa tahun lalu, saya sempat mengirimkan sebuah surat pembaca kepada sebuah majalah yang mengulas mengenai pusat-pusat kajian Indonesia di dunia. Surat pembaca tersebut mengenai kenangan saya pada KITLV-Leiden. Saya yakin tidak hanya saya yang terkejut mendengar kabar tersebut. Semua yang mengenal baik KITLV-Leiden pasti menyayangkan penutupan tersebut.

Permasalahan utama ditutupnya KITLV-Leiden adalah krisis ekonomi di Eropa. Pemerintah Belanda mengurangi subsidi dan melakukan penggabungan terhadap beberapa lembaga, khususnya lembaga kebudayaan. Salah satunya adalah KITLV-Leiden. Ada usulan untuk memindahkan KITLV ke Amsterdam dan digabung dengan berbagai lembaga yang berada di bawah KNAW. Namun, para pegawai KITLV menolaknya, mengingat nama KITLV sudah begitu lekat dengan Leiden, khususnya Universitas Leiden.

Ada kenangan mengenai hal ini. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Leiden pada tahun 1996 saya kerap tersesat jika hendak berjalan menuju ke universitas. Apalagi, semua jalan-jalan berbatu itu menurut saya tampak sama. Ketika bertanya kepada beberapa orang di mana letak universitas mereka juga kebingungan karena rupanya universitas Leiden (ketika itu masih Rijksuniversiteit Leiden-RUL) merupakan satu komplek. Lalu saya teringat kantor KITLV-Leiden. Kebetulan, pada hari pertama saya diajak ke sana. Ketika saya tanyakan di mana letak kantor KITLV, barulah mereka dapat memberikan jawaban dan KITLV itulah yang menjadi patokan saya.

Dalam artikelnya, Suryadi salah seorang dosen di Universiteit Leiden menuliskan akhir dari ‘kegundahan’ mengenai masalah tempat yang baru bagi KITLV sebagai upaya kompromi diputuskan seluruh koleksi perpustakaan KITLV tetap di Leiden dan diserahkan ke Universiteitsbibliotheek Leiden (UB Leiden). Lokasinya sekitar 30 meter dari KITLV (di seberang kanal). Sedangkan departemen penelitiannya tetap ada. KITLV Press diambil alih oleh penerbit Brill yang tetap akan menerbitkan jurnal BKI.

Mudah-mudahan ‘kepindahan’ koleksi KITLV tetap untuk menyemangati kita dalam meneliti serta khususnya menghasilkan karya terbaik tentang Indonesia.

foto: id.wikipedia.org

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *