Anti-Turis, Anti-Turisme

First Venice and Barcelona: now anti-tourism marches spread across Europe’, judul berita dari sebuah artikel di The Guardian edisi 10 Agustus 2017 lalu tidak begitu mengejutkan saya.

Beberapa tahun silam, di Brussel Belgia yang kerap dikunjungi para turis, saya sempat mendengar beberapa orang lokal mengumpati rombongan kami. Saat itu saya mengikuti sebuah kursus musim panas bagi para dosen bahasa dan budaya Belanda yang diselenggarakan di Belanda dan Belgia. Salah satu kegiatan kursus adalah semacam tur singkat ke beberapa objek.

Kata-kata yang sempat saya tangkap dari mereka adalah ‘Turis’. Dari nada bicaranya, mereka tidak menyukai rombongan kami. Saya melihat ada persoalan terkait turisme di kota itu. Ternyata beberapa tahun kemudian, hal itu semakin merebak. Pada bulan Juli 2017, sekitar 2000 penduduk Venesia, Italia melancarkan aksi protes. Mereka membawa papan bertuliskan Mi No Vado Via Mi Resto dalam dialek Venesia yang berarti ‘Saya tak pergi, saya tinggal.’ Penduduk Venesia yang melancarkan aksi tersebut memprotes meningkatkan harga sewa rumah dan kapal pesiar besar yang menyebabkan polusi di kota mereka. Di Barcelona, Spanyol grafiti dengan tulisan bernada anti turis muncul di mana-mana. Tulisan seperti ‘Tourist you are the terrorist’, ‘All tourist are bastards’, ‘Tourist you are the terrorist’, ‘Why call it tourist season if we can’t shoot them?’ terpampang.

Sekretaris Jenderal UNWTO (United Nation World Tourism Organization) – salah satu badan PBB yang menangani masalah pariwisata dunia, Taleb Rifai mengatakan pada The Guardian bahwa merebaknya sentimen anti turis merupakan situasi serius yang perlu ditangani dengan cara serius. Rifai menambahkan jika dikelola dengan baik, turisme dapat menjadi ‘best ally’ (sekutu terbaik) untuk konservasi, preservasi, dan masyarakat.

Sentimen anti-turis sebenarnya bukan hal yang baru. Jika Adam Smith (1723-90) ekonom Inggris penulis The Wealth of Nations (1776) mengetahui fenomena anti-turis pada abad ke-21 ini, ia akan tersenyum sinis dari kuburnya. Smith menambahkan kata –ist di belakang kata tour sehingga membentuk kata baru tourist pada abad ke-18. Smith memberikan makna untuk kata tourist (turis) sebagai orang yang mengerjakan sesuatu yang tidak penting. Ia mengacu pada para pelaku Grand Tour di Eropa pada abad ke-18.

Grand Tour yang sejatinya dilakukan oleh para putera-puteri bangsawan, orang-orang terhormat Inggris yang memiliki uang untuk melakukan perjalanan guna mendapatkan pengalaman dan pengetahuan budaya kuno di kawasan Prancis dan Italia (peninggalan bangsa Romawi) telah kehilangan makna sebenarnya. Unsur ketergesa-gesaan dituding sebagai biang keroknya.

Pada abad ke-21, perilaku para turis yang seenaknya dan tidak menghormati penduduk lokal serta melejitnya harga sewa apartemen (karena lebih banyak ditujukan untuk para turis, misalnya melalui AirBnB) menyebabkan sentimen anti-turis. Unsur ketergesa-gesaan yang merupakan tipikal turis juga dianggap sebagai salah satu pemicunya. Misalnya di Venesia, lebih banyak day tripper (turis yang tidak menginap). Waktu mereka sangat pendek karena sudah diatur oleh biro wisata sehingga hanya sempat mengunjungi tempat yang sudah ditentukan dan membeli suvenir di toko-toko besar. Saya sendiri pernah mengalaminya ketika berkunjung Paris. Hari pertama saya masih ikut rombongan tur. Keesokan harinya saya memutuskan untuk menjelajah kota Paris sendirian.

Di Indonesia, peristiwa yang berhubungan dengan kegiatan menolak pariwisata secara langsung dan seekstrim di Eropa dapat dikatakan belum ada. Aksi menolak reklamasi di Teluk Benoa di Bali yang direncanakan akan dibangun kawasan resor wisata bertaraf internasional menunjukkan muaknya warga Bali terhadap eksploitasi lingkungannya. Hal ini tentunya perlu dipikirkan secara matang dampak negatifnya bagi lingkungan. Meskipun aksi tersebut tidak menolak para turis secara langsung, pesannya jelas bahwa tidak terlibatnya masyarakat dalam pariwisata seperti yang diungkapkan Taleb Rifai Sekretaris Jenderal UNWTO kelak dapat mengakibatkan pariwisata menjadi musuh dan sentimen anti-turis dan anti-turisme.

Foto:
https://www.rappler.com/indonesia/gaya-hidup/178498-spanyol-serukan-anti-turis
https://www.theguardian.com/travel/2017/aug/10/anti-tourism-marches-spread-across-europe-venice-barcelona

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *