Bathing, through generations

Bangun tidur kuterus mandi…’ This is the first line of an Indonesian children’s song that I remember about the habit of washing ourselves in the morning. This habit is a ‘taboo’ on holidays or Sundays, because on these days we tend to be too lazy to take a bath as early as usual. However, the habit of bathing, especially in the morning, is good to make us fresh to start the day.

Ones of the things that I could not find in the Netherlands were bath tank and water dipper. Obviously they are not known in the Netherlands. Continue reading “Bathing, through generations”

Sejarah April Mop

Bagaimana tanggapan Anda jika mendengar kabar pada 1 April : “Hey, di Jakarta lagi turun salju!” atau “Semua penduduk Indonesia dapat beras gratis!”. Tentu reaksi pertama adalah tidak percaya alias menganggap berita itu hanya ndobos. Bagi yang percaya tentu mereka terkena April Mop. Kebiasaan ‘menipu’ orang lain yang setiap tahun ‘dirayakan’ oleh segelintir orang di berbagai belahan dunia.

Tentu akan menarik jika kita mengetahui asal-usul sejarah kebiasaan ‘bodoh’ ini sehingga Anda bisa memutuskan apakah memang kebiasaan ini benar-benar menghibur atau malah kebiasaan konyol belaka. Continue reading “Sejarah April Mop”

Mengenang dan Membayangkan Jakarta Tahun 50-an

Jakarta adalah kota yang penuh kisah. Banyak orang yang memiliki dan menyimpan berbagai kenangan serta cerita. Almarhum ayah saya kerap menceritakan pengalamannya sewaktu anak-anak di Jakarta. Misalnya berkelahi satu lawan satu di Taman Suropati setiap pulang sekolah, Menteng atau cerita transportasi trem di Jakarta yang kini tak ada bekasnya.

Sayangnya, kisah dan pengalaman ayah saya itu tak dicatat bahkan sampai dibukukan. Jadi, ketika beliau tak ada, maka lenyaplah pula kenangan dan cerita tersebut.
Beruntung, Firman Lubis, yang jika dilihat dari usianya termasuk ABG (Angkatan Babe Gue), menyempatkan diri menuliskan kenangannya. Continue reading “Mengenang dan Membayangkan Jakarta Tahun 50-an”

Batas

Bangsa Indonesia rupanya tidak pernah lepas dari persoalan “batas”. Baik itu berupa “perbatasan” maupun “pembatasan”.

Coba kita ingat lagi sengketa perbatasan Ambalat dengan Malaysia tiga tahun silam. Lalu baru-baru ini beredar informasi WNI yang direkrut menjadi Askar Wataniah, tentara cadangan Malaysia di wilayah perbatasan dengan Malaysia di Kalimantan.

Masalah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan berakar dari masa lalu. Perbatasan Kalimantan merupakan kawasan konflik pada masa Soekarno yang melancarkan konfrontasi “Ganjang Malaysia”. Ribuan pasukan reguler dan sukarelawan dikerahnya untuk mendukung politik konfrontasi itu. Masalah tersebut menyisakan persoalan historis dan berakibat hingga kini. Continue reading “Batas”

Balada Hutan Kita

Kebijakan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2008 seperti yang ditegaskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak dimaksudkan untuk merusak hutan. Peraturan tersebut justru meningkatkan pendapatan negara bukan pajak yang diperoleh dari 13 perusahaan tambang yang sudah berada di kawasan hutan lindung.

Isi peraturan tersebut memang memperkenankan penyewaan hutan lindung untuk berbagai kegiatan termasuk pertambangan. Namun, menurut Rino Subagyo, Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan Indonesia, dalam PP tersebut tidak tercantum secara tegas atau eksplisit bahwa peraturan itu hanya untuk 13 perusahaan pertambangan yang sudah mendapat izin. Ditambah lagi, menurut Rino isi PP sama sekali tak menyebutkan pembatasan. Artinya adalah semua pertambangan dapat masuk sehingga dapat dikatakan melanggar keppres yang telah memberi batasan jumlah izin tambang di kawasan hutan lindung. Continue reading “Balada Hutan Kita”

Bapak

22 Februari lalu genap dua tahun bapak meninggalkan kami semua. Kenangan bergulir satu persatu. Saya masih ingat tetesan air mata bapak di ruang ICU ketika kami semua berkumpul di sana dan mengatakan melepas beliau dengan ikhlas. Tetesan air mata itu persis seperti yang saya lihat ketika beliau mendengar saya diterima di perguruan tinggi negeri.

Bapak tak meninggalkan warisan yang banyak karena kami bukan orang kaya dan juga tidak termasuk miskin. Kami, empat bersaudara pun tak terlalu meributkan itu. Satu warisan penting yang beliau tinggalkan adalah pendidikan. Alhamdulillah, kami semua menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi. Sesekali bapak mengeluhkan biaya pendidikan si bungsu yang lumayan mahal. Namun, bapak tetap berupaya sekuat tenaga supaya si bungsu menyelesaikan pendidikannya.

Ada satu cerita beliau yang menggelitik. Continue reading “Bapak”

Mandi dari Masa ke Masa

‘Bangun tidur kuterus mandi…’ Inilah penggalan lagu anak-anak di Indonesia yang saya ingat mengenai kebiasaan di pagi hari. Kebiasaan yang ‘tabu’ dilakukan pada hari libur atau Minggu karena pada hari itu kita cenderung bermalas-malasan sebelum mandi. Namun, kebiasaan mandi khususnya di pagi hari, baik untuk kesegaran, memulai hari kita.

Ada satu hal yang tidak saya temui di Belanda yaitu bak mandi plus gayungnya. Tentu saja karena bak mandi tidak dikenal di Belanda. Di Belanda hanya ada badkuip atau bathtub dan pancuran (shower). Kalau pun ada bak, itu juga yang berukuran besar alias kolam (renang). Oleh karena itu dalam bahasa Belanda sebelumnya hanya dikenal baden (mandi di kolam atau sungai) dan douchen (mandi dengan pancuran). Barulah setelah mandi dikenal oleh mereka, kosakata mandiën akhirnya masuk dalam bahasa Belanda. Termasuk kata mandiebak (bak mandi), mandiekamer (kamar mandi), dan gajoeng (gayung). Tidak hanya itu, menurut sastrawan Louis Couperus, istilah sirammen juga dipakai yang mengacu pada urusan membersihkan tubuh ini.

Urusan membersihkan diri ini bagi orang Belanda yang pernah tinggal di Hindia Belanda tentu sangat menarik karena di negeri asal mereka, apalagi jika musim dingin, mandi adalah suatu keterpaksaan. Continue reading “Mandi dari Masa ke Masa”

Sepotong Kenangan tentang Pak Harto

Minggu siang 27 Januari 2008, udara panas sekali. Kaos yang saya kenakan terpaksa dilepas karena basah oleh keringat. Komputer saya matikan karena tak tahan dengan panas siang itu. Tiba-tiba putera saya yang masih berusia 18 bulan menangis histeris. Bangun dari tidurnya. Saya melirik jam dinding, sekitar jam satu lewat. Kami kebingungan menenangkan dan membujuk si kecil yang menangis tak henti. Tak lama hujan turun cukup deras. Udara panas sirna seketika. Si kecil kembali terlelap dan kami pun ikut terlelap. Kelelahan.

Cukup lama hujan membasahi bumi dan akhirnya reda. Kami bangun. Saya bergegas berpakaian hendak ke minimarket membeli susu si kecil yang nyaris habis. Di depan rumah, di rumah tetangga berdiri bendera setengah tiang. Ada apa, pikir saya. Apakah? Saya minta istri saya segera menyalakan televisi. Innallillahi Wainnalillahi Rojiun. Pak Harto telah berpulang ke Rahmatullah. Continue reading “Sepotong Kenangan tentang Pak Harto”

Rindu Tempe

Berita perajin dan pengusaha tempe-tahu yang berunjuk rasa kalah dengan berita kondisi kesehatan Pak Harto. Maklum saja, hampir setiap jam kondisi terakhir Pak Harto terus diberitakan. Padahal persoalan tempe-tahu pun tak kalah pentingnya.

Bicara mengenai tempe, sepertinya kita langsung menghubungkan dengan orang Jawa. Alasannya seperti yang diungkapkan sejarawan Ong Hok Ham, masakan tempe hanya dijumpai dalam kuliner Jawa. Sedangkan masakan Padang, Bali, Menado apalagi Makassar tidak mengenal tempe.

Dalam Encyclopaedia van Nederlandsch Indië (1922) disebutkan bahwa tempe yang terbuat dari kacang kedelai merupakan hasil fermentasi dan merupakan makanan sehari-hari penduduk. Mungkin sebaiknya kata penduduk, menurut Pak Ong dapat ditambahkan, menjadi penduduk Jawa. Continue reading “Rindu Tempe”

Nasionalisme Turistik

Di tengah bencana yang melanda Indonesia dan menelan banyak korban jiwa, pemerintah Indonesia menggelar Grand Launching Visit Indonesia 2008, 26 Desember 2007 lalu. Tema yang diusung adalah memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional atau bahasa “gagah”nya Celebrating 100 Years of National Awakening.

Sebelumnya ada kesalahan tata bahasa dalam jargon promosi pariwisata tersebut. Kata National sebelumnya ditulis Nation sehingga kalimatnya menjadi Visit Indonesia Year 2008. Celebrating 100 Years of Nation’s Awakening. Mereka yang paham bahasa Inggris tentu tahu beda antara national dan nation.

Tentunya kesalahan ini dapat menimbulkan pertanyaan maksud dari jargon pariwisata Indonesia. Syukurlah pemerintah tanggap dan kesalahan ini teratasi. Jadi kasus “Indonesia is the big city” tak terjadi. Continue reading “Nasionalisme Turistik”