Mission (im)possible Accomplished

Sebuah email tertanggal 21 Februari 2019 masuk ke kotak surat saya dengan subyek Minta Tolong. Pengirimnya adalah M.C. Ricklefs. Ya, pengirim surat elektronik tersebut adalah Profesor Merle Calvin Ricklefs, sejarawan asal Australia. Sejenak saya tertegun. Ada persoalan apa salah seorang sejarawan besar menghubungi saya. Lalu saya mulai membaca surat beliau yang lumayan panjang dan dibuat dalam bahasa Indonesia yang baik.

Surat itu berbunyi:

Dear Dr. Sunjayadi,
Teman kita Prof Peter Carey memberikan nama dan alamat email Anda kepada saya. Dia menganjurkan bahwa mungkin Dr. Sunjayadi dapat menolong saya dalam satu hal yang agak kecil di Jakarta.

Rupanya, Prof Ricklefs mendapatkan nama dan alamat email dari Prof Peter Carey. Wah, tugas yang tidak mungkin ditolak, gumam saya. Prof Peter Carey adalah salah seorang ‘guru’ saya yang kerap ‘menguji’ saya dengan berbagai tugas menarik terkait penelusuran data sumber sejarah (heuristik). Beberapa tugas dari beliau dapat saya jalankan dengan baik dan Prof Peter Carey merekomendasikan nama saya kepada Prof Ricklefs untuk menjalankan tugas. Saya pun penasaran dengan tugas tersebut.

Saya lalu melanjutkan membaca. Rupanya Prof. Ricklefs sedang meneliti suatu istilah yaitu Latawaluja. Istilah yang muncul dalam Babad Giyanti, beberapa suluk. Prof Ricklefs meminta saya menelusuri surat kabar Bramartani/Jurumartani dari tahun 1868 koleksi Perpustakaan Nasional Jakarta.

Saya langsung memberikan reaksi dan membalas surat beliau. Saya menyanggupi membantu menelusuri surat kabar tersebut di Perpustakaan Nasional. Sebelumnya saya mencoba menelusuri secara digital surat kabar yang beliau maksud:

Dear Prof. Ricklefs,

Suatu kehormatan bagi saya jika dapat membantu Prof. Ricklefs.

Saya coba lihat di katalog online Perpustakaan Nasional. Ketika saya masukkan Bromartani, ada catatan: ‘Mulai tahun 1864-1870 berjudul Djoeroe Martani’. Lalu saya masukkan Djoeroe Martani , hasilnya ada Djoeroe Martani 1864-1870 (minus edisi bulan Januari-April 1868) dan Djoeroe Martani 1867-1869 (bentuk mikro) yang disertai keterangan lokasi yaitu Lantai 8 (Jl. Merdeka Selatan). Untuk yang Djoeroe Martani 1864-1870 tidak ada keterangan lokasi apakah PNRI yang di Salemba atau Merdeka Selatan.

Dari informasi ini rencananya saya besok, Jumat pagi akan ke Perpustakaan Nasional di Jl Merdeka Selatan. Mudah-mudahan saya berhasil mendapatkan informasi dan Prof. Ricklefs dapat memecahkan misteri yang membuat pujangga-pujangga Jawa abad XVII -XIX agak bingung.

Salam,

Beliau membalas reaksi saya:

Dear Pak Sunjayadi,

Banyak terima kasih! Memang pada tahun 1868, surat kabar itu berjudul (untuk sementara) Jurumartani.
Dulu tersimpan di Salemba, tapi mungkin sekarang di gedung baru di Merdeka Selatan.

Salam saya,
Merle Ricklefs

Satu hal luput dari perhatian saya ketika menerima tugas dari Prof. Ricklefs yaitu dalam bahasa apa surat kabar Bromartani atau Djoeroe Martani tersebut. Hal tersebut baru saya sadari di dalam kereta menuju Perpustakaan Nasional di Jalan Medan Merdeka. Saya yakin surat kabar tersebut dalam bahasa Jawa (huruf Jawa). Persoalannya adalah saya sama sekali tidak menguasai bahasa Jawa. Namun, saya tetap yakin dapat menyelesaikan yang nyaris Mission (im)Posible tersebut.

Saya harus memperhitungkan waktu penelusuran mengingat ketika saya berkunjung ke Perpustakaan Nasional hari itu adalah hari Jumat. Saya tiba di Perpustakaan Nasional pukul 9.30 dan saya langsung menuju lantai 8. Beruntung setelah sempat naik-turun lantai saya mendapatkan surat kabar yang dicari oleh Prof. Ricklefs. Metode yang saya gunakan adalah salah satu dari metode sejarah yaitu kritik sumber. Memang benar, bahasa yang digunakan oleh surat kabar tersebut adalah huruf Jawa. Sebelum berangkat ke Perpustakaan Nasional, saya menyalin angka-angka dalam huruf Jawa dan menjadi kunci pegangan saya dalam menelusuri surat kabar-surat kabar dalam bentuk microfilm.

Setelah hampir satu jam saya membaca microfilm tersebut, akhirnya saya menemukan nomor surat kabar yang dimaksud. Pukul 11.00 saya meminta dua nomor untuk discan yaitu Djoeroemartani nomor 21 dan 25 tahun 1868. Pukul 11.30 saya turun ke lantai 6 untuk shalat Jumat. Usai shalat Jumat saya kembali ke lantai 8. Hasil scan dikirim oleh petugas melalui email.

Di rumah, pada malam harinya saya segera mengirim email dan hasil penelusuran saya ke Prof. Ricklefs:

Dear Prof Ricklefs,

Berikut hasil penelusuran saya hari ini di Perpustakaan Nasional Jl. Medan Merdeka Selatan untuk majalah Djoeroemartani no 21 dan 25 tahun 1868 yang discan dari mikrofilm dengan no panggil: 0216/PN.

Mudah-mudahan kualitasnya cukup baik dan dapat dibaca karena ada watermark dari PNRI.

Salam,

Rupanya tugas yang diberikan kepada saya berhasil dengan baik karena itu surat kabar tersebut yang dicari oleh Prof. Ricklefs. Beliau membalas email saya:

Dear Pak Sunjayadi,

Banyak terima kasih atas skan-skan ini. Sangat jelas dan persis yang saya butuhkan. Dalam satu surat aksara-aksara memang kecil, tapi saya bisa membesarkannya di kelir komputer sehingga sangat jelas.

Tentu saja pertolongan Anda akan saya sebutkan dalam publikasi nanti.

Sekali lagi, banyak terima kasih!

Salam hangat,
Merle Ricklefs

Itu adalah email terakhir dari Prof. Ricklefs untuk saya. Prof Ricklefs menepati janjinya. Nama saya dimasukkan dalam artikel yang beliau tulis untuk jurnal Archipel bulan Desember 2019. Judul artikel tersebut adalah ‘The strange journey of Latawalujwa in Java, from two pre-Islamic goddesses to an elastic term for God

Tanggal 29 Desember 2019 Prof. M.C. Ricklefs wafat di Melbourne pukul 10.30 waktu setempat. Prof Peter Carey menulis pesan berikut:
Yes, Merle passed away this morning/shed his mortal body at 10.55 this morning in the Melbourne Hospital where he was being treated for prostate cancer. Diagnosed in September 2014, he had four good years in which He completed his magnum opus on Raden Mas Said – Fiery Prince – which will soon come out in an Indonesian edition as you know! Please tell all our friends who are historians and who will have known Merle. And if we have a second edition of Urip iku Urub let’s make a special mention of his jasa as an historian of Java. Peter Carey.

Selamat jalan, Prof. Ricklefs. Mission accomplished

foto: medcom.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *